Inilah seragam standar tentara-tentara Jerman Nazi Wehrmacht. Extramütze (topi visor berbingkai yang dibeli pribadi) yang dikenakannya mempunyai lambang yang terbuat dari alumunium bukannya besi cetak biasa. Seragam model M36 yang melekat di badannya terbuat dari bahan wool “trikot” kelas pertama yang lebih nyaman dipakai dibandingkan dengan bahan wool flannel standar. Dia juga memakai Kragenspiegel putih di kerahnya yang dapat dicopot dan dipasang kembali. Medali dengan lambang Swastika besar di kerahnya adalah Deutsches Kreuz in Gold yang diberikan untuk menghargai keberanian di depan musuh dan dibuat untuk “menjembatani” gap besar antara medali Eisernes Kreuz I klasse (yang dia pakai di saku kirinya) dan Ritterkreuz (yang tergantung di lehernya)
Hauptmann Heer dengan seragam tugas M36 standar yang dibagikan Wehrmacht. Pernahkah anda perhatikan betapa elegan dan bergayanya seragam-seragam keluaran Nazi Jerman? Wajar saja, karena Wehrmacht menggunakan jasa perancang baju plus ahli pakaian untuk merancang seragam terbaik buat para prajurit mereka! Seragam yang nantinya keluar haruslah mampu menginspirasi dan mengagumkan, menciptakan kesan seorang pejuang Arya yang tetap gagah. Untuk lebih memperkuat keperwiraan tersebut, sang desainer menempatkan ikat pinggang di tempat yang lebih tinggi dari biasanya demi menampilkan kesan kaki si pemakai terlihat lebih panjang dari biasanya sehingga otomatis “mendongkrak” tinggi badannya!
Hauptmann Heer dari Divisi Großdeutschland dengan pita lengan model awal dan tulisan GD berwarna emas di tanda pangkat bahunya. Strap model Y berbahan kulit yang melingkar di badannya adalah model awal juga. Di pertengahan sampai akhir perang, bahannya diganti dengan kanvas (yang sebelumnya dipakai oleh pasukan yang ditempatkan di wilayah beriklim tropis) semata karena biaya pembuatannya lebih murah. Medali yang “tersangkut’ di seragamnya adalah General Assault Badge, Eiserne Kreuz II klasse (pita), Eiserne Kreuz I klasse, dan Ritterkreuz. Untuk baris pita medalinya adalah War Merit Cross First Class with swords dan 4 year Wehrmacht Long Service medal
Hauptmann Heer (di akhir perang). “Feldbluse” berkantong empat yang dikenakannya terbuat dari bahan yang lebih rendah kualitasnya dibandingkan dengan masa-masa awal, sehingga membutuhkan lubang kancing tambahan demi membuatnya tak gampang terlepas. Perhatikan bahwa Stahlhelm M40-nya tidak mempunyai lambang tiga-warna dan rajawali Heer seperti helm model awal, dan juga telah dilapisi oleh zimmerit (berbentuk seperti semen dan biasanya dipakai untuk membuat ranjau bermagnet tidak menempel di panzer atau kendaraan lainnya). Lah, terus kenapa jadi dipakai di helm? Banyak prajurit infanteri yang “meminjam” zimmerit dari kompatriotnya di Panzertruppen untuk mengurangi tampilan warna baja asli mereka yang kurang “kinclong”. Prajurit ini membawa MP40 submachine gun dengan pegangan yang bisa dilipat. Prajurit Sekutu sering salah menyangka senjata ini sebagai “Schmeisser”, dan kesalahan ini terus mengemuka walaupun Hugo Schmeisser (perancang terkenal yang membuat Bergmann MP-18 submachine gun di Perang Dunia I) tidak terlibat sama sekali dalam perancangan MP40! Kita lihat pita lengannya telah menampilkan tulisan yang lebih sederhana dibaca, dan merupakan versi yang dipakai dari tahun 1940 sampai dengan seterusnya. Dia telah menutupi tanda pangkat bahunya yang gemerlap emas dengan bungkus berbahan wool demi membuat dirinya tidak menjadi sasaran empuk sniper lawan yang memang umum mengincar para perwira
Hauptmann DAK (Deutsche Afrikakorps) dengan seragam tropis berbahan katun yang dilengkapi dengan lima buah kancing dan lapisan khusus tambahan untuk membantu bertahan di tengah tugas di padang pasir yang berat. Stahlhelm (helm besi) yang dikenakannya merupakan model M40. Secara kasat mata, helm jenis ini hampir tidak ada bedanya dengan versi M35 sebelumnya, hanya saja lubang ventilasi di pinggir telah terintegrasi dengan helm dan bukannya ditambahkan. Senjata yang terletak di pangkuannya adalah senapan mesin ringan MG42, yang dikenal oleh prajurit Sekutu dengan nama senjata “sendawa” karena karakteristik suara yang dikeluarkannya saat memuntahkan 1.200 sampai 1.500 round permenit. Senapan mesin ini juga menginspirasi GPMG M60 yang dipakai Amerika dalam Perang Vietnam. Afrikakorps memakai dua buah model cufftitle (pita lengan). Konon katanya versi kedua (yang tampak dalam foto di atas) dirancang langsung oleh Adolf Hitler dengan tulisan AFRIKA model tulisan sederhana yang dilingkungi oleh dua buah gambar pohon kurma.
Hauptmann DAK (Deutsche Afrikakorps) dengan seragam tropis dilengkapi topi lapangan M40 plus syal. Banyak prajurit Afrikakorps yang lebih memilih untuk memakai topi lapangan M40 setiap ada kesempatan sebagai alternatif dari helm besi berat yang akan berubah menjadi “penggorengan” saat terik matahari panas menyengat. Syal yang dibeli dari penduduk lokal juga lebih praktis dibandingkan dengan harus memakai dasi dan seragam sesuai regulasi. Para prajurit Axis yang ikut berpartisipasi dalam kerjasama Jerman-Italia di front Afrika berhak memakai medali kehormatan Italo-German Campaign (di saku kiri). Di atas tiga baris pita medalinya terpasang pula Nahkampfspange in Gold, sementara di bawahnya adalah Eiserne Kreuz I klasse dan Infanterie-Sturmabzeichen. Jangan lupakan pula pita Eiserne Kreuz II klasse yang “nyangsang” di belahan seragamnya
Hauptmann Luftwaffe. Biasanya perwira Luftwaffe mengenakan kemeja putih atau biru di dalam seragam luar yang berwarna abu-abu atau biru. Foto di atas memperlihatkan sang kapten memakai topi “Schirmmütze” dengan lambang elang Luftwaffe versi awal yang kemudian digantikan dengan lambang lebih baru dengan sedikit perbedaan seperti tampak di atas saku kirinya. Seragamnya dilengkapi dengan kancing berbahan alumunium yang elegan, yang begitu berbeda dengan kancing “kerikil” butek seperti yang biasa dipakai oleh kompatriotnya dari Angkatan Darat (Heer). Berbeda dengan kebiasaan perwira Wehrmacht yang memakai ikat pinggang dengan gesper persegi, perwira di atas memakai ikat pinggang kulit coklat bergesper bulat yang biasa dipakai dalam parade. Saku bajunya yang berbelahan datar juga bisa dibilang unik ketika pertama kali diperkenalkan, meskipun kebanyakan prajurit Wehrmacht tetap memilih saku model “bergigi” tradisional. Di atas baris pita medalinya terpasang Frontflugspange, yang menjadi istimewa ketika kita melihat di bawahnya terdapat tambahan yang menandakan bahwa si perwira telah terlibat dalam lebih dari 500 misi tempur! Hal ini tidaklah mengejutkan bila kita melihat di saku kirinya terpasang medali Spanienkreuz sebagai penghargaan bagi partisipan Jerman dalam Perang Saudara Spanyol yang berkobar dari tahun 1936 sampai 1939. Di saku kanannya, medali dengan logo burung rajawali boker Flugzeugführerabzeichen (Pilot’s Badge), yang disebut-sebut sebagai medali militer paling INDAH yang pernah dibuat manusia!
Hauptmann Luftwaffe dengan jaket penerbang yang terbuat dari bahan kulit kecoak. Jaket ini dirancang untuk meminimalkan beban gravitasi saat berada di kokpit dan untuk menghindari nyangkutnya kancing atau saku seragam saat naik-turun pesawat. Banyak pilot Luftwaffe yang memodifikasi topi schirmmütze mereka yang bergaris kaku menjadi sedikit “penyek” layaknya pilot-pilot Sekutu, demi membuat nyaman kepala saat memasangkan earphone radio. Kemudian langkah ini menjadi regulasi resmi, dan versi topi yang bisa diremas pun kemudian muncul, dan tak hanya dipakai oleh para anggota Luftwaffe saja, juga awak panzer, U-boat dan bahkan perwira infanteri. Perwira di atas juga memakai versi bordir dari medali Eiserne Kreuz I klasse dan Flugzeugführerabzeichen yang terbuat dari benang kawat halus berbahan alumunium atau perak dibuat khusus untuk perwira
Hauptmann Fallschirmjäger (Penerjun Payung) dengan seragam Fliegerbluse M40 dan Fliegermütze yang merupakan pakaian sehari-hari saat bertugas. Fliegerbluse sendiri terinspirasi dari blus lapangan yang dipakai pasukan Jerman dalam Perang Dunia Pertama. Seragam jenis ini gampang teridentifikasi melalui absennya saku dan kancing baju (yang rupa-rupanya “tersembunyi” dalam belahan di tengah), juga adanya lubang kancing di kerah leher. Sebagai seorang perwira, kerah dan topinya dilengkapi dengan lining/setrip putih, sementara di seragamnya tertempel medali Eiserne Kreuz I klasse dan Fallschirmspringerabzeichen versi bordir. Di bagian pinggir topinya tertempel pula Badge parasut metal milik anggota 1st Fallschirmjäger Regiment yang ditempatkan di front Italia. Pita lengan bertulisan KRETA menandakan bahwa dia adalah veteran Pertempuran di pulau Kreta tahun 1941
Hauptmann Fallschirmjäger. Pasukan terjun payung Luftwaffe dikenal dengan nama Fallschirmjäger, yang arti harfiahnya adalah “pemburu parasut”. Mereka digolongkan sebagai prajurit infanteri ringan elite yang mendapat pelatihan keras sehingga menjadi salah satu unit terbaik dalam Perang Dunia II. Prajurit di atas memakai Knochensack (jaket penerjun) model ketiga dengan pola kamuflase “air butek” di luar seragam Feldblau yang dikenakannya. Helm para M38 di kepalanya memajam simbol tiga-warna nasional Jerman di bagian kanan, sementara di kirinya adalah gambar rajawali Luftwaffe. Untuk lebih menguatkan penyamaran, banyak prajurit Fallschirmjäger yang memodifikasi sendiri helmnya dengan belang-belang kamuflase
Hauptmann Polizei dengan seragam berwarna hijau dan topi model “shako” yang biasanya dipakai saat parade dan dilengkapi oleh bulu-bulu “ekor kuda” tradisional. Polisi di atas juga memakai ikat pinggang brokat putih resmi dengan gesper perak khusus perwira. Di saku kirinya terpampang medali Kriegsverdienstkreuz (War Merit Cross 1st class without swords untuk non-kombatan), sementara pita di atas saku adalah 8-year Police long service medal dan 25-year NSDAP long service medal. Melalui sistem ekstra-kredit yang rumit, bukanlah hal yang aneh bila penerima 25-year NSDAP long service medal sebenarnya bertugas kurang dari tahun tersebut
Hauptmann Polizei yang memakai ikat pinggang coklat dari kulit dan sarung pistol Luger
Hauptmann Heer dengan seragam tugas M36 standar yang dibagikan Wehrmacht. Pernahkah anda perhatikan betapa elegan dan bergayanya seragam-seragam keluaran Nazi Jerman? Wajar saja, karena Wehrmacht menggunakan jasa perancang baju plus ahli pakaian untuk merancang seragam terbaik buat para prajurit mereka! Seragam yang nantinya keluar haruslah mampu menginspirasi dan mengagumkan, menciptakan kesan seorang pejuang Arya yang tetap gagah. Untuk lebih memperkuat keperwiraan tersebut, sang desainer menempatkan ikat pinggang di tempat yang lebih tinggi dari biasanya demi menampilkan kesan kaki si pemakai terlihat lebih panjang dari biasanya sehingga otomatis “mendongkrak” tinggi badannya!
Hauptmann Heer dari Divisi Großdeutschland dengan pita lengan model awal dan tulisan GD berwarna emas di tanda pangkat bahunya. Strap model Y berbahan kulit yang melingkar di badannya adalah model awal juga. Di pertengahan sampai akhir perang, bahannya diganti dengan kanvas (yang sebelumnya dipakai oleh pasukan yang ditempatkan di wilayah beriklim tropis) semata karena biaya pembuatannya lebih murah. Medali yang “tersangkut’ di seragamnya adalah General Assault Badge, Eiserne Kreuz II klasse (pita), Eiserne Kreuz I klasse, dan Ritterkreuz. Untuk baris pita medalinya adalah War Merit Cross First Class with swords dan 4 year Wehrmacht Long Service medal
Hauptmann Heer (di akhir perang). “Feldbluse” berkantong empat yang dikenakannya terbuat dari bahan yang lebih rendah kualitasnya dibandingkan dengan masa-masa awal, sehingga membutuhkan lubang kancing tambahan demi membuatnya tak gampang terlepas. Perhatikan bahwa Stahlhelm M40-nya tidak mempunyai lambang tiga-warna dan rajawali Heer seperti helm model awal, dan juga telah dilapisi oleh zimmerit (berbentuk seperti semen dan biasanya dipakai untuk membuat ranjau bermagnet tidak menempel di panzer atau kendaraan lainnya). Lah, terus kenapa jadi dipakai di helm? Banyak prajurit infanteri yang “meminjam” zimmerit dari kompatriotnya di Panzertruppen untuk mengurangi tampilan warna baja asli mereka yang kurang “kinclong”. Prajurit ini membawa MP40 submachine gun dengan pegangan yang bisa dilipat. Prajurit Sekutu sering salah menyangka senjata ini sebagai “Schmeisser”, dan kesalahan ini terus mengemuka walaupun Hugo Schmeisser (perancang terkenal yang membuat Bergmann MP-18 submachine gun di Perang Dunia I) tidak terlibat sama sekali dalam perancangan MP40! Kita lihat pita lengannya telah menampilkan tulisan yang lebih sederhana dibaca, dan merupakan versi yang dipakai dari tahun 1940 sampai dengan seterusnya. Dia telah menutupi tanda pangkat bahunya yang gemerlap emas dengan bungkus berbahan wool demi membuat dirinya tidak menjadi sasaran empuk sniper lawan yang memang umum mengincar para perwira
Hauptmann DAK (Deutsche Afrikakorps) dengan seragam tropis berbahan katun yang dilengkapi dengan lima buah kancing dan lapisan khusus tambahan untuk membantu bertahan di tengah tugas di padang pasir yang berat. Stahlhelm (helm besi) yang dikenakannya merupakan model M40. Secara kasat mata, helm jenis ini hampir tidak ada bedanya dengan versi M35 sebelumnya, hanya saja lubang ventilasi di pinggir telah terintegrasi dengan helm dan bukannya ditambahkan. Senjata yang terletak di pangkuannya adalah senapan mesin ringan MG42, yang dikenal oleh prajurit Sekutu dengan nama senjata “sendawa” karena karakteristik suara yang dikeluarkannya saat memuntahkan 1.200 sampai 1.500 round permenit. Senapan mesin ini juga menginspirasi GPMG M60 yang dipakai Amerika dalam Perang Vietnam. Afrikakorps memakai dua buah model cufftitle (pita lengan). Konon katanya versi kedua (yang tampak dalam foto di atas) dirancang langsung oleh Adolf Hitler dengan tulisan AFRIKA model tulisan sederhana yang dilingkungi oleh dua buah gambar pohon kurma.
Hauptmann DAK (Deutsche Afrikakorps) dengan seragam tropis dilengkapi topi lapangan M40 plus syal. Banyak prajurit Afrikakorps yang lebih memilih untuk memakai topi lapangan M40 setiap ada kesempatan sebagai alternatif dari helm besi berat yang akan berubah menjadi “penggorengan” saat terik matahari panas menyengat. Syal yang dibeli dari penduduk lokal juga lebih praktis dibandingkan dengan harus memakai dasi dan seragam sesuai regulasi. Para prajurit Axis yang ikut berpartisipasi dalam kerjasama Jerman-Italia di front Afrika berhak memakai medali kehormatan Italo-German Campaign (di saku kiri). Di atas tiga baris pita medalinya terpasang pula Nahkampfspange in Gold, sementara di bawahnya adalah Eiserne Kreuz I klasse dan Infanterie-Sturmabzeichen. Jangan lupakan pula pita Eiserne Kreuz II klasse yang “nyangsang” di belahan seragamnya
Hauptmann Luftwaffe. Biasanya perwira Luftwaffe mengenakan kemeja putih atau biru di dalam seragam luar yang berwarna abu-abu atau biru. Foto di atas memperlihatkan sang kapten memakai topi “Schirmmütze” dengan lambang elang Luftwaffe versi awal yang kemudian digantikan dengan lambang lebih baru dengan sedikit perbedaan seperti tampak di atas saku kirinya. Seragamnya dilengkapi dengan kancing berbahan alumunium yang elegan, yang begitu berbeda dengan kancing “kerikil” butek seperti yang biasa dipakai oleh kompatriotnya dari Angkatan Darat (Heer). Berbeda dengan kebiasaan perwira Wehrmacht yang memakai ikat pinggang dengan gesper persegi, perwira di atas memakai ikat pinggang kulit coklat bergesper bulat yang biasa dipakai dalam parade. Saku bajunya yang berbelahan datar juga bisa dibilang unik ketika pertama kali diperkenalkan, meskipun kebanyakan prajurit Wehrmacht tetap memilih saku model “bergigi” tradisional. Di atas baris pita medalinya terpasang Frontflugspange, yang menjadi istimewa ketika kita melihat di bawahnya terdapat tambahan yang menandakan bahwa si perwira telah terlibat dalam lebih dari 500 misi tempur! Hal ini tidaklah mengejutkan bila kita melihat di saku kirinya terpasang medali Spanienkreuz sebagai penghargaan bagi partisipan Jerman dalam Perang Saudara Spanyol yang berkobar dari tahun 1936 sampai 1939. Di saku kanannya, medali dengan logo burung rajawali boker Flugzeugführerabzeichen (Pilot’s Badge), yang disebut-sebut sebagai medali militer paling INDAH yang pernah dibuat manusia!
Hauptmann Luftwaffe dengan jaket penerbang yang terbuat dari bahan kulit kecoak. Jaket ini dirancang untuk meminimalkan beban gravitasi saat berada di kokpit dan untuk menghindari nyangkutnya kancing atau saku seragam saat naik-turun pesawat. Banyak pilot Luftwaffe yang memodifikasi topi schirmmütze mereka yang bergaris kaku menjadi sedikit “penyek” layaknya pilot-pilot Sekutu, demi membuat nyaman kepala saat memasangkan earphone radio. Kemudian langkah ini menjadi regulasi resmi, dan versi topi yang bisa diremas pun kemudian muncul, dan tak hanya dipakai oleh para anggota Luftwaffe saja, juga awak panzer, U-boat dan bahkan perwira infanteri. Perwira di atas juga memakai versi bordir dari medali Eiserne Kreuz I klasse dan Flugzeugführerabzeichen yang terbuat dari benang kawat halus berbahan alumunium atau perak dibuat khusus untuk perwira
Hauptmann Fallschirmjäger (Penerjun Payung) dengan seragam Fliegerbluse M40 dan Fliegermütze yang merupakan pakaian sehari-hari saat bertugas. Fliegerbluse sendiri terinspirasi dari blus lapangan yang dipakai pasukan Jerman dalam Perang Dunia Pertama. Seragam jenis ini gampang teridentifikasi melalui absennya saku dan kancing baju (yang rupa-rupanya “tersembunyi” dalam belahan di tengah), juga adanya lubang kancing di kerah leher. Sebagai seorang perwira, kerah dan topinya dilengkapi dengan lining/setrip putih, sementara di seragamnya tertempel medali Eiserne Kreuz I klasse dan Fallschirmspringerabzeichen versi bordir. Di bagian pinggir topinya tertempel pula Badge parasut metal milik anggota 1st Fallschirmjäger Regiment yang ditempatkan di front Italia. Pita lengan bertulisan KRETA menandakan bahwa dia adalah veteran Pertempuran di pulau Kreta tahun 1941
Hauptmann Fallschirmjäger. Pasukan terjun payung Luftwaffe dikenal dengan nama Fallschirmjäger, yang arti harfiahnya adalah “pemburu parasut”. Mereka digolongkan sebagai prajurit infanteri ringan elite yang mendapat pelatihan keras sehingga menjadi salah satu unit terbaik dalam Perang Dunia II. Prajurit di atas memakai Knochensack (jaket penerjun) model ketiga dengan pola kamuflase “air butek” di luar seragam Feldblau yang dikenakannya. Helm para M38 di kepalanya memajam simbol tiga-warna nasional Jerman di bagian kanan, sementara di kirinya adalah gambar rajawali Luftwaffe. Untuk lebih menguatkan penyamaran, banyak prajurit Fallschirmjäger yang memodifikasi sendiri helmnya dengan belang-belang kamuflase
Hauptmann Polizei dengan seragam berwarna hijau dan topi model “shako” yang biasanya dipakai saat parade dan dilengkapi oleh bulu-bulu “ekor kuda” tradisional. Polisi di atas juga memakai ikat pinggang brokat putih resmi dengan gesper perak khusus perwira. Di saku kirinya terpampang medali Kriegsverdienstkreuz (War Merit Cross 1st class without swords untuk non-kombatan), sementara pita di atas saku adalah 8-year Police long service medal dan 25-year NSDAP long service medal. Melalui sistem ekstra-kredit yang rumit, bukanlah hal yang aneh bila penerima 25-year NSDAP long service medal sebenarnya bertugas kurang dari tahun tersebut
Hauptmann Polizei yang memakai ikat pinggang coklat dari kulit dan sarung pistol Luger